Sebagai orang yang terbiasa memelihara anjing, aku sudah terkondisikan untuk menganggap bahwa kucing tidak memiliki kemampuan ataupun keinginan untuk menjadi teman yang penuh sayang. Keyakinan ini tertanam begitu dalam, sampai-sapai aku merasa bahwa kucing bukanlah binatang yang menarik, walaupun aku tidak benar-benar tidak menyukai mereka.
Suatu sore, sepulang bekerja, aku mendapati seekor kucing di ambang pintuku. Aku tidak mengacuhkannya, tetapi kelihatannya ia tidak tersinggung, sebab ia muncul lagi disitu keesokan harinya. "Aku mau membelaimu," kataku padanya, "tapi kau tidak boleh masuk ke rumah."
Tak lama kemudian, pada suatu malam, hujan turun deras dan guntur menggelegar. Aku mendengar bunyi meong pelan di luar. Aku tidak tahan lagi. Akupun menjadi pemilik kucing sekarang.
teman baruku itu kunamai Shotzy, dan dengan cepat ia bukan lagi sekedar kucing jalanan yang minta diberi makan. Aku senang mendengar suara meongnya yang lembut ketika iamenyapaku setiap pagi, dan aku juga senang kalau ia menggosok-sosokkan kepalanya di kakiku saat aku pulang ke rumah setiap hari. Tingkah lakunya yang lincah membuatku tertawa, dan dengan cepat Shotzy sudah terasa seperti teman lama bagiku, bukan sekedar hewan piaraan yang semula tidak kuinginkan.
Aku menduga Shotzy sudah lama menjadi kucing jalanan, tapi tampaknya ia sangat puas tinggal di dalam rumah. Hanya saja ada satu kecualian. Setiap malam, sekitar jam 6, ia selalu mengeong minta keluar. Lalu satu jam kemudian ia kembali pulang. Selama beberapa bulan ia melakukan ini, sampai akhirnya aku tahu apa yang terjadi.
Suatu hari, seorang tetangga yang tahu tentang Shotzy, datang ke rumahku. Katanya kucing itu mungkin milik seorang wanita tua yang tinggal di ujung jalan. Khawatir bahwa secara tak sengaja aku telah memelihara kucing milik orang lain, akupun membawa Shotzy ke rumah wanita itu keesokan harinya.
Ketika wanita berambut putih itu membuka pintu, Shotzy langsung melompat dari pelukanku, lari ke dalam rumah, dan duduk dengan nyamannya di sebuah kursi malas besar. Si wanita tertawa dan berkata. "Jimmy memang suka sekali dengan kursinya itu."
Aku tertegun. Shortzy-ku rupanya adalah Jimmy-nya.
Aku menjelaskan bahwa aku selama ini memeliharanya dan baru tahu kemarin bahwa mungkin ia milik orang lain. Tapi lagi-lagi wanita tua itu tertawa. Ia mengajakku masuk dan menjelaskan bahwa kucing itu bukan miliknya.
"Tapi anda tadi menyebutnya Jimmy" kataku.
Wanita itu, Mary, menjelaskan bahwa Jimmy adalah nama suaminya. ia meninggal sekitar setahun yang lalu, beberapa bulan setelah didiagnosa menderita kanker. Sebelum meninggal, Jimmy dan Mary selalu makan malam sekitar jam 5 setiap hari.
Sesudahnya, mereka akan ke ruang duduk, untuk mengobrol tentang berbagai peristiwa tentang hari itu. Jimmy selalu duduk di kursi kesayangannya. Mereka selalu melakukan hal itu setiap malam selama 60 tahun pernikahan mereka. Setelah Jimmy meninggal, Mary merasa tertekan karena tidak mempunyai keluarga lain di dekatnya. Dan terutama ia sangat merindukan acara mengobrol mereka sesudah makan malam.
Lalu suatu malam seekor kucing tak bertuan mengeong dengan tegas di depan pintu kasanya. Ketika Mary membuka pintu sedikit untuk mengusirnya, kucing itu langsung lari ke kursi Jimmy dan duduk di situ, seakan-akan ia sudah sejak dulu tinggal di rumah tersebut.
Mary, yang seumur hidupnya belum pernah mempunyai binatang peliharaan, mau tak mau tersenyum pada si kucing. Ia memberikan sedikit susu, dan sesudahnya si kucing meringkuk dipangkuannya. MAry mengajaknya mengobrol tentang kehidupannya, tapi terutama tentang Jimmy. Sekitar jam 7, saat Mary biasanya menyalakan TV dan membuat teh panas, si kucing turun dari pangkuannya dan pergi. Jam 6 keesokan malamnya, si kucing selalu kembali. Tak lama kemudian, Shotzy dan Mary mempunyai rutinitas sendiri.
"Aku percaya pada Tuhan yang Mahabaik." kata Mary padaku. "Aku tidak paham tentang reinkarnasi, tapi kadang aku merasa seperti sedang bicara dengan Jimmy kalau kucing kecil itu sedang ada di sini. Aku tahu ini kedengarannya aneh, dan kurasa yang penting adalah aku merasa sangat terhibur dengan adanya kucing itu. Tapi menarik juga memikirkan semua ini."
Maka aku dan Mary melanjutkan berbagi Shotzy. Di rumahku, kucing itu menunjukkan padaku begitu banyak kebahagiaan sehari-hari yang bisa kurasakan dengan memelihara kucing. Di rumah Mary, kehadirannya bisa mengisi saat-saat jam 6 dengan kedekatan yang membahagiakan.
Kucing kami yang istimewa ini tampaknya tahu persis, dimana mesti berada pada tempat dan waktu yang tepat.
oleh : Lisa Hurt
dari buku : Chicken Soup for the Cat & Dog Lover's Soul
kucing kan alergi susu
ReplyDelete